Sejak tanggal 29 January 2002 saya terkena musibah banjir, air menerjang masuk ke dalam rumah, naik bertahap sedikit demi sedikit, hari demi hari terus meninggi, sehingga akhirnya kami sekeluarga terpaksa mengungsi.
Musibah ini benar benar diluar dugaan dan sangat menyedihkan, apalagi ketika kami melewati sekumpulan pengungsi yang mendirikan tenda di bawah kolong jalan tol dekat By Pass simpang coca cola, air mata menetes tanpa dapat ditahan lagi melihat betapa menyedihkannya keadaan mereka yang tertimpa musibah, seluruh harta mereka musnah ditelan bah.
Kemarin air di rumah kami sudah surut, dan kami sudah bisa kembali ke rumah karena listrik juga sudah mulai menyala kembali, namun kami kembali bersedih ketika kami menemukan ratusan buku kami sudah menjadi bubur kertas didalam dus maupun lemari buku, berkas berkas konsep naskah dan arsip kliping kami juga musnah.
Ratusan buku dan kliping tidak dapat lagi dibaca, jerih payah menggali bahan bahan tersebut sejak belasan tahun lampau lenyap, begitu juga dengan disket dan cd yang berisi ribuan artikel, naskah, konsep buku dan bahan bahan riset kami untuk menulis buku ikut habis dirusak oleh air.
Hari ini kami menerima sebuah email dari salah satu teman, dengan cerita tentang Belajar dari Keledai, cerita yang sungguh pas dengan keadaan saya, keadaan kita, keadaan negara kita tercinta.
Inilah cerita yang akan saya sampaikan kepada Amin minggu ini :
Pengirim : Asin Lie
BELAJAR DARI KELEDAI
Suatu hari keledai milik seorang petani jatuh kedalam sumur.Hewan itu menangis dengan memilukan selama berjam-jam, semetara si petani memikirkan apa yang harus dilakukannya.
Akhirnya, Ia memutuskan bahwa hewan itu sudah tua dan sumur juga perlu ditimbun [ditutup - karena berbahaya]
jadi tidak berguna untuk menolong si keledai.
Ia mengajak tetangga-tetangganya untuk datang membantunya. Mereka membawa sekop dan mulai menyekop tanah ke dalam sumur.
Pada mulanya, ketika si keledai menyadari apa yang sedang terjadi, ia menangis penuh kengerian. Tetapi kemudian, semua orang takjub, karena si keledai menjadi diam.
Setelah beberapa sekop tanah lagi dituangkan ke dalam sumur, si petani melihat ke dalam sumur dan tercengang karena apa yang dilihatnya.
Walaupun punggungnya terus ditimpa oleh bersekop-sekop tanah dan kotoran, si keledai melakukan sesuatu yang menakjubkan.
Ia mengguncang-guncangkan badannya agar tanah yang menimpa punggungnya turun ke bawah, lalu menaiki tanah itu.
Sementara tetangga-2 si petani terus menuangkan tanah kotor ke atas punggung hewan itu si keledai terus juga menguncangkan badannya dan melangkah naik.
Segera saja, semua orang terpesona ketika si keledai meloncati tepi sumur dan melarikan diri !
Kehidupan terus saja menuangkan tanah dan kotoran kepadamu, segala macam tanah dan kotoran. Cara untuk keluar dari 'sumur' [bencana, kesedihan, masalah, dsb] adalah dengan menguncangkan segala tanah dan kotoran yang menerpa diri kita dan melangkah naik dari 'sumur' dengan menggunakan hal-hal tersebut sebagai pijakan.
Setiap masalah merupakan batu pijakan untuk melangkah.
Kita dapat keluar dari 'sumur' yang terdalam dengan terus berjuang, jangan pernah menyerah !
Guncangkanlah hal negatif yang menimpa dan melangkahlah naik !!!
Ingatlah aturan sederhana tentang Kebahagiaan :
1. Bebaskan dirimu dari kebencian
2. Bebaskanlah pikiranmu dari kecemasan
3. Hiduplah sederhana
4. Berilah lebih banyak
5. Berharaplah lebih sedikit
6. Tersenyumlah
GUNCANGKANLAH !!!!
'Entah ini adalah waktu kita yang terbaik atau waktu kita yang terburuk, inilah satu-satunya waktu yang kita miliki saat ini !'
Demikianlah cerita minggu ini. Semoga cerita ini bermanfaat.
Samarinda, 11 november 2010
1 komentar:
teruskan karya anda sampai sukses..!,maju terus pantang mundur
Posting Komentar